Selasa, 04 Desember 2012

Masa Kolonial di Indonesia



KEKUASAAN PRANCIS DI INDONESIA

Pemerintahan Herman Willem Daendels (1808–1811):
1)      Sesudah VOC dibubarkan, pemerintahan di Nusantara langsung berada di bawah pemerintahan Belanda. Namun semenjak tahun 1806, ketika Raja Louis Napoleon diangkat menjadi raja Belanda, sehingga Indonesia secara tidak langsung telah berada di bawah kekuasaan Prancis. Di Eropa, musuh bebuyutan Prancis adalah Inggris. Prancis di bawah Napoleon Bonaparte masih belum mampu menaklukkan Inggris.
2)      Dalam menghadapi masalah dengan Inggris, pada tahun 1808, Louis Napoleon menunjuk Herman Willem Daendels menjadi Gubernur Jenderal di Indonesia. Tugas utama Daendels adalah mempertahankan Pulau Jawa agar tidak jatuh ke tangan Inggris.

Langkah-langkah kebijaksanaan Daendels untuk mempertahankan P. Jawa
                Dalam bidang militer :
1)      Membuat jalan raya dari Anyer sampai dengan Panarukan
2)      Mendirikan benteng-benteng pertahanan
3)      Membangun pangkalan angkatan laut di Merak dan Ujung Kulon
4)      Mendirikan pabrik senjata di Semarang dan Surabaya
5)      Memperkuat pasukan yang anggotanya terdiri atas orang-orang Indonesia
Dalam bidang Pemerintahan
1)      Pulau Jawa dibagi menjadi sembilan karisedenan dengan tujuan untuk mempermudah administrasi pemerintahan.
2)      Para bupati dijadikan pegawai pemerintah Belanda.
3)      Perbaikani gaji pegawai dan memberantas korupsi.
4)      Pendirian badan-badan pengadilan.



Berakhirnya Pemerintahan Daendles
1.      Daendels sebenarnya seorang liberal, tetapi setelah tiba di Indonesia berubah menjadi seorang diktator yang bertindak kejam dan sewenang-wenang. Akibatnya, pemerintahannya banyak menimbulkan kritik, baik dari dalam maupun dari luar negeri, akhirnya Daendels dipanggil pulang ke Negeri Belanda.
2.      Louis Napoleon kemudian mengangkat Jansen sebagai gubernur jenderal yang baru menggantikan Daendels. Jansen ternyata tidak mampu menahan serangan Inggris sehingga menyerah di Tuntang. Ia pun menandatangani penyerahan kekuasaan itu di daerah Tuntang Salatiga. Oleh karena itu, perjanjian itu dikenal dengan nama Kapitulasi Tuntang (18 September 1811). Isi pokoknya ialah seluruh Pulau Jawa menjadi milik Inggris. Sejak saat itu, Indonesia menjadi jajahan Inggris.

KEKUASAAN  INGGRIS  DI INDONESIA

Pemerintahan Raffles (1811–1816)
1.      Setelah Indonesia (khususnya Pulau Jawa) jatuh ke tangan Inggris, oleh pemerintah Inggris dijadikan bagian dari jajahannya di India.
2.      Gubernur Jenderal Lord Minto yang berkedudukan di Kalkuta (India) kemudian mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai wakil gubernur untuk Indonesia (Jawa).
3.      Tugas yang utama adalah mengatur pemerintahan dan meningkatkan perdagangan serta keuangan.
Langkah-langkah Kebijakan Raffles
a.      Dalam bidang Pemerintahan :
1.      Pulau Jawa dibagai menjadi enam belas karesidenan.
2.      Para bupati dijadikan pegawai pemerintah sehingga mereka mendapat gaji dan bukan lagi memiliki tanah dengan segala hasilnya.
b.      Dalam bidang perdagangan&keuangan :
1.      Penciptaan landrent system atau sistem sewa tanah
2.      Penghapusan segala bentuk penyerahan wajib dan kerja paksa/rodi.
3.      Pemberian kebebasan kepada rakyat dalam usaha perdagangan seperti rakyat diberi kebebasan untuk menanam tanaman-tanaman yang laku di pasaran internasional.
Jasa-jasa Raffles di Indonesia:
1)      Menulis buku “History Of Java”
2)      Menemukan bunga langka “Rafflesia Arnoldi”
3)      Merintis pembuatan Kebun Raya Bogor
4)      Merintis penemuan Candi Borobudur

Berakhirnya pemerintahan Raffles di Indonesia.
Konvensi London atau Perjanjian London (1814), yang isinya antara lain menyepakati bahwa semua daerah di Indonesia yang pernah dikuasai Belanda harus dikembalikan lagi oleh Inggris kepada Belanda.
Penyerahan daerah kekuasaan di antara kedua negeri itu dilaksanakan pada tahun 1816. Dengan demikian, mulai tahun 1816, Pemerintah Hindia-Belanda dapat kembali berkuasa diIndonesia

MASA PEMERINTAHAN HINDIA BELANDA (1816-1942)

A.     Penerapan Sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) 1830-1870.
·         Tokoh : van den Bosch
Ciri utama sistem tanam paksa adalah keharusan bagi rakyat untuk membayar pajak dalam bentuk hasil pertanian yang laku dipasar internasional khususnya kopi, tebu, dan nila. Hasil pajak tersebut selanjutnya dikirim ke negeri Belanda.
·         Dampak sistem Tanam Paksa
a.      bagi bangsa Indonesia :
Dampak Positif :
1)      Rakyat Indonesia mengenal teknik jenis-jenis tanaman baru.
2)      Rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang berorientasi ekspor
Dampak Negatif :
1)      Kemiskinan serta penderitaan fisik dan mental yang berkepanjangan.
2)      Kelaparan dan kematian terjadi di banyak tempat.
b.      bagi bangsa Belanda :
1)      Mendatangkan keuntungan dan kemakmuran rakyat Belanda.
2)      Hutang-hutang Belanda dapat terlunasi.
3)      Penerimaan pendapatan melebihi anggaran belanja.
4)      Kas Negeri Belanda yang semula kosong, dapat terpenuhi.
5)      Berhasil membangun Amsterdam menjadi kota pusat perdagangan dunia.
6)      Perdagangan berkembang pesat.

B.     Sistem Politik Ekonomi Liberal (1870-1900)
Latar belakang :
Adanya tuntutan kaum liberal bahwa pemerintah semestinya tidak ikut campur tangan dalam masalah Ekonomi, tugas ekonomi haruslah diserahkan kepada orang-orang swasta; agar kaum swasta dapat menjalankan tugasnya maka harus diberi kebebasan berusaha. Selama periode tahun 1870–1900 Indonesia terbuka bagi modal swasta Barat. Itu sebabnya zaman itu sering disebut zaman Liberal.
1.      Dikeluarkan Undang-undang Agraria dan Undang-Undang Gula pada tahun 1870 merupakan awal penerapan Politik Ekonomi Liberal di Indonesia.
2.      Selama zaman Liberal (1870–1900), usaha-usaha perkebunan swasta Barat mengalami kemajuan pesat dan mendatangkan keuntungan yang besar bagi pengusaha. Kekayaan alam Indonesia mengalir ke Negeri Belanda. Akan tetapi, bagi penduduk pribumi, telah membawa kemerosotan kehidupan, dan kemunduran tingkat kesejahteraan.

C.     Politik Etis / Politik Balas Budi
Pada akhir abad ke-19 muncullah kritik-kritik tajam yang ditujukan kepada pemerintah Hindia Belanda dan praktik liberalisme yang gagal memperbaiki nasib kehidupan rakyat Indonesia. Para pengkritik itu menganjurkan untuk memperbaiki rakyat Indonesia. Kebijaksanaan ini didasarkan atas anjuran van Deventer yang menuliskan buah pikirannya dalam majalah De Gids (Perinstis/Pelopor) dengan judul Een Ereschuld (Berhutang Budi) sehingga dikenal politik etis atau politik balas budi. Gagasan van Deventer terkenal dengan nama Trilogi van Deventer.
Isi Politik Etis / Trilogi Vandeventer :
1)      Irigasi, yaitu melakukan perbaikan dan pengembangan dalam bidang pengairan
2)      Emigrasi, yaitu proses perbaikan dalam hal kependudukan
3)      Edukasi, yaitu perbaikan dan pengembangan dalam bidang pendidikan

MASA PENDUDUKAN JEPANG
Masuknya Jepang ke Indonesia
Di Indonesia, tentara Jepang masuk di awali dengan menguasai Tarakan selanjutnya menguasai Balikpapan, Pontianak, Banjarmasin, Palembang, Batavia (Jakarta), Bogor terus ke Subang, dan terakhir Kalijati. Dalam waktu yang singkat Indonesia telah jatuh ke tangan Jepang.
Penyerahan tanpa syarat oleh Letjen H. Ter Poorten selaku Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda atas nama Angkatan Perang Sekutu kepada Angkatan Perang Jepang di bawah pimpinan Letjen Hitosyi Imamura pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati menandai berakhirnya kekuasaan pemerintahan Belanda di Indonesia dan digantikan oleh kekuasaan Kemaharajaan Jepang.

Pemerintahan militer Jepang di Indonesia terbagi atas tiga wilayah kekuasaan berikut :
1.    Tentara XVI (Rikugun/Angkatan Darat) memerintah atas wilayah Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta.
2.    Tentara XXV (Rikugun /Angkatan Darat) memerintah atas wilayah Sumatra yang berpusat di Bukittinggi.
3.    Armada Selatan II (kaigun/Angkatan Laut) memerintah atas wilayah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua berpusat di Makassar.
Pemerintahan pada wilayah masing-masing tersebut dipimpin oleh kepala staf tentara/armada dengan gelar gunseikan (kepala pemerintahan militer) dan staf pemerintahan militer disebut gunseikanbu.

Pergerakan Nasional pada Masa Pendudukan Jepang
a)   Gerakan 3 A
Gerakan 3 A yang mempunyai semboyan Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Pemimpin Asia .Organisasi tersebut dicanangkan pada bulan April 1942. Gerakan 3 A ini dipimpin oleh Hihosyi Syimizu (propagandis Jepang) dan Mr. Samsudin (Indonesia).
b)   Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
Pada bulan Maret 1943 pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) yang dipimpin oleh Empat Serangkai, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansur. Tujuannya memusatkan segala potensi masyarakat Indonesia untuk membantu Jepang dalam Perang Asia Pasifik.
c)  Himpunan Kebaktian Jawa (Jawa Hokokai)
Pada tanggal 1 Januari 1944 Putera diganti dengan organisasi Jawa Hokokai. Tujuannya adalah untuk menghimpun kekuatan rakyat dan digalang kebaktiannya. Di dalam tradisi Jepang, kebaktian ini memiliki tiga dasar, yakni pengorbanan diri, mempertebalpersaudaraan, dan melaksanakan sesuatu dengan bakti. Tiga hal inilah yang dituntut dari rakyat Indonesia oleh pemerintah Jepang.
d)   Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI)
MIAI adalah organisasi resmi umat Islam yang anti Barat. Kegiatannya terbatas pada pembentukan baitul mal (badan amal) dan menyelenggarakan peringatan hari-hari besar keagamaan. MIAI diganti namanya menjadi Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang disahkan oleh gunseikan pada tanggal 22 Nopember 1943 dengan K.H. Hasyim Asy'ari sebagai ketuanya.

Organisasi Militer dan Semimiliter  bentukan Jepang
Organisasi Semimiliter :
1)      Seinendan (Barisan Pemuda)
2)      Keibodan (Barisan Pembantu Polisi)
3)      Fujinkai (Barisan Wanita)
4)      Jibakutai (Barisan Berani Mati)
Organisasi Militer :
1)      Heiho (Pembantu Prajurit Jepang)
2)      Peta ( Pembela Tanah Air)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar